Pesan

04 Mei 2012

Penyusunan APBD 2011: Anggaran untuk Peningkatan SDM oleh syukriy

Pada bagian IV Hal-hal Khusus Permendagri 37/2010 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2011 dinyatakan seperti berikut:

Penganggaran dalam rangka peningkatan SDM penyelenggara pemerintahan daerah hanya diperkenankan untuk Pendidikan dan Pelatihan, Bimbingan Teknis atau sejenisnya yang dilaksanakan oleh institusi pemerintah atau lembaga non pemerintah yang kompeten dibidangnya. Selanjutnya dalam hal biaya pelaksanaan pelatihan yang dibebankan kepada peserta mengacu pada standar harga yang berlaku di daerah tempat penyelenggaraan pelatihan (seperti biaya akomodasi hotel), dan apabila ada kelebihan biaya yang dikembalikan oleh penyelenggara di setor ke kas daerah.

Pernyataan ini sangat menarik untuk dicermati karena berhubungan dengan sesuatu yang sudah berjalan “mapan” dan cenderung bersifat “rutin” dalam ha penyelenggaraannya.Ada hubungan simbiosis mutualisma (saling menguntungkan) di antara aparatur daerah dan Pemda dengan penyelenggara (event organizers/EO) pelatihan/bintek/workshop.

1. Diperkenankan untuk Pendidikan dan Pelatihan, Bimbingan Teknis atau sejenisnya. Sebenarnya Depdagri tidak berwenang melarang daerah untuk meningkatkan kualitas SDMnya melalui aktivitas ini, termasuk menganggarkan dananya dalam APBD.
2. Dilaksanakan oleh institusi pemerintah atau lembaga non pemerintah yang kompeten dibidangnya. Berbeda dengan pernyataan dalam beberapa Permendagri tentang pedoman penyusunan APBD sebelumnya, dalam Permendagri 37/2010 ini tidak dimasukkan frasa: harus hemat, selektif, dan dibatasi. Mengapa harus terjadi inkonsistensi seperti ini?
3. Biaya pelaksanaan pelatihan yang dibebankan kepada peserta mengacu pada standar harga yang berlaku di daerah tempat penyelenggaraan pelatihan. Hal ini bermakna bahwa pihak penyelenggara bisa saja menerapkan tarif kontribusi dari peserta yang berbeda, namun Pemda harus “mencocokkan” dengan alokasi yang dicantumkan dalam DPA-SKPD. Jika “tidak cocok” maka perlu dilakukan pergeseran anggaran dalam batas plafon SKPD atau melakukan penambahan dan Perda tentang perubahan APBD.
4. Apabila ada kelebihan biaya yang dikembalikan oleh penyelenggara di setor ke kas daerah. Ini hal yang unik sekaligus menggelikan: mengapa harus diatur seperti ini? Apakah Depdagri sebelumnya tidak tahu ada praktik pengembalian uang (disebut cash back atau kick back) seperti ini (sehingga tidak muncul dalam Permendagri-Permendagri terdahulu)? Lalu, apakah Depdagri tidak paham “psikologi” aparatur negara (daerah/pusat) yang selalu mengharapkan cash-back untuk membeli oleh-oleh dan membiayai biaya hiburan (entertainment) selama di kota tempat pelatihan?

Dalam konsep pengelolaan keuangan daerah seperti yang diatur dalam UU 17/2003 tentang keuangan negara, UU 33/2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah, UU 1/2004 tentang perbendaharaan negara, PP 58/2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, dan PP 8/2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah, daerah diberi kewenangan untuk mengelola keuangannya sesuai dengan kewenangannya (seperti diatur dalam PP 38/2007 dan PP 41/2007). Untuk kepentingan penjaminan atas kewajaran (dan kebenaran?) informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan Pemda (sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan tahunan/APBD), Pemerintah mengeluarkan PP 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Sebagai pedoman teknis, Pemerintah melalui Depdagri kemudian menerbitkan Permendagri 13/2006 (yang sudah diubah dengan Permendagri 59/2007 dan dilengkapi dengan Permendagri 55/2008) dan beberapa Surat Edaran (SE), seperti SE untuk penatausahaan keuangan daerah, pedoman penyusunan kebijakan akuntansi Pemda, dan modul akuntansi Pemda.

0 komentar: